Taman
Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS) adalah salah satu taman nasional yang
terletak di Jawa bagian barat. Kawasan konservasi dengan luas 113.357 hektare
ini menjadi penting karena melindungi hutan hujan dataran rendah yang terluas
di daerah ini, dan sebagai wilayah tangkapan air bagi kabupaten-kabupaten di
sekelilingnya. Melingkup wilayah yang bergunung-gunung, dua puncaknya yang
tertinggi adalah Gunung Halimun (1.929 m) dan Gunung Salak (2.211 m).
Keanekaragaman hayati yang dikandungnya termasuk yang paling tinggi, dengan
keberadaan beberapa jenis fauna penting yang dilindungi di sini seperti elang
jawa, macan tutul jawa, owa jawa, surili dan lain-lain. Kawasan TNGHS dan
sekitarnya juga merupakan tempat tinggal beberapa kelompok masyarakat adat, antara
lain masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul dan masyarakat Baduy.
Sejarah
kawasan
Wilayah
Gunung Halimun telah ditetapkan menjadi hutan lindung semenjak tahun 1924,
luasnya ketika itu 39.941 ha. Kemudian pada 1935 kawasan hutan ini diubah
statusnya menjadi Cagar Alam Gunung Halimun. Status cagar alam ini bertahan
hingga tahun 1992, ketika kawasan ini ditetapkan menjadi Taman Nasional Gunung
Halimun dengan luas 40.000 ha, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992. Sampai dengan lima tahun kemudian,
taman nasional yang baru ini pengelolaannya ‘dititipkan’ kepada Taman Nasional
Gunung Gede – Pangrango yang wilayahnya berdekatan. Baru kemudian pada 23 Maret
1997, taman nasional ini memiliki unit pengelolaan yang tersendiri sebagai
Balai Taman Nasional Gunung Halimun.
Pada
tahun 2003 atas dasar SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, kawasan hutan
BTN Gunung Halimun diperluas, ditambah dengan kawasan hutan-hutan Gunung Salak,
Gunung Endut dan beberapa bidang hutan lain di sekelilingnya, yang semula
merupakan kawasan hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Sebagian besar
wilayah yang baru ini, termasuk kawasan hutan G. Salak di dalamnya, sebelumnya
berstatus hutan lindung. Namun kekhawatiran atas masa depan hutan-hutan ini,
yang terus mengalami tekanan kegiatan masyarakat dan pembangunan di sekitarnya,
serta harapan berbagai pihak untuk menyelamatkan fungsi dan kekayaan ekologi
wilayah ini, telah mendorong diterbitkannya SK tersebut. Dengan ini, maka kini
namanya berganti menjadi Balai Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, dan
luasnya bertambah menjadi 113.357 ha
Letak
dan keadaan fisik
Secara
Administratif, kawasan konservasi TN Gunung Halimun – Salak termasuk ke dalam
wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat, dan
Lebak di Propinsi Banten. Topografi wilayah ini berbukit-bukit dan
bergunung-gunung, pada kisaran ketinggian antara 500–2.211 m dpl.
Puncak-puncaknya di antaranya adalah G. Halimun Utara (1.929 m), G. Ciawitali
(1.530 m), G. Kencana (1.831 m), G. Botol (1.850 m), G. Sanggabuana (1.920 m),
G. Kendeng Selatan (1.680 m), G. Halimun Selatan (1.758 m), G. Endut (timur)
(1.471 m), G. Sumbul (1.926 m), dan G. Salak (puncak 1 dengan ketinggian 2.211
m, dan puncak 2 setinggi 2.180 m).[1] Jajaran puncak gunung ini acapkali
diselimuti kabut (Sd. halimun), maka dinamai demikian.
Wilayah
ini merupakan daerah tangkapan air yang penting di sebelah barat Jawa Barat.
Tercatat lebih dari 115 sungai dan anak sungai yang berhulu di kawasan Taman
Nasional. Tiga sungai besar mengalir ke utara, ke Laut Jawa, yakni Ci Kaniki
dan Ci Durian (yang bergabung dalam DAS Ci Sadane), serta Ci Berang, bagian
dari DAS Ci Ujung. Sementara terdapat 9 daerah aliran sungai penting yang
mengalir ke Samudera Hindia di selatan, termasuk di antaranya Cimandiri
(Citarik, Cicatih), Citepus, Cimaja, dan Cisolok. Sungai-sungai ini mengalir melintasi
wilayah Bogor, Tangerang, Rangkasbitung, Bayah dan Palabuhanratu.[1]
Kawasan
TN Gunung Halimun – Salak memang merupakan daerah yang basah. Curah hujan
tahunannya berkisar antara 4.000–6.000 mm, dengan bulan kering kurang dari 3
bulan di antara Mei hingga September. Iklim ini digolongkan ke dalam tipe A
hingga B menurut klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson. Suhu bulanannya
berkisar antara 19,7–31,8 °C, dan kelembaban udara rata-rata 88%.
Keanekaragaman
hayati
Kekayaan hayati kawasan taman
nasional ini telah lama menarik perhatian para peneliti, dalam dan luar negeri.
Banyak catatan telah dibuat, terutama setelah status kawasan ditingkatkan
menjadi taman nasional, dan banyak pula yang telah diterbitkan, khususnya
semasa masih bernama TN Gunung Halimun. Informasi berikut ini masih merujuk
pada hasil-hasil penelitian di TN Gunung Halimun tersebut, terkecuali apabila
disebutkan lain.
Vegetasi
dan flora
Tutupan hutan di taman nasional ini dapat digolongkan
atas 3 zona vegetasi:
·
Zona perbukitan (colline) hutan dataran rendah, yang didapati hingga ketinggian
900–1.150 m dpl.
·
Zona hutan pegunungan bawah (submontane
forest), antara 1.050–1.400 m dpl; dan
·
Zona hutan pegunungan atas (montane
forest), di atas elevasi 1.500 m dpl.
Keanekaragamannya
cenderung berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Dua petak coba permanen,
masing-masing seluas 1 ha, di zona submontana ditumbuhi 116 dan 105 spesies
pohon. Sementara satu plot lagi dengan luas yang sama di zona montana didapati
hanya berisi 46 spesies pohon.
Catatan
sementara mendapatkan lebih dari 500 spesies tumbuhan, yang tergolong ke dalam
266 genera dan 93 suku, hidup di kawasan konservasi ini[4]. Hasil ini diduga
masih jauh di bawah angka yang sesungguhnya, mengingat bahwa TN Gede Pangrango
yang berdekatan dan mirip kondisinya, namun luasnya kurang dari sepertujuh
TNGHS, tercatat memiliki 844 spesies tumbuhan berbunga[5]. Apalagi penelitian
di atas belum mencakup wilayah-wilayah yang ditambahkan semenjak 2003.
Penelitian
pada zona perbukitan di wilayah Citorek mendapatkan 91 spesies pohon, dari 70
marga dan 36 suku. Suku yang dominan adalah Fagaceae, yang diwakili oleh 10
spesies dan 144 (dari total 519) individu pohon; diikuti oleh Lauraceae, yang
diwakili oleh 9 spesies dan 26 individu pohon. Jenis-jenis yang memiliki nilai
penting tertinggi, berturut-turut adalah ki riung anak atau ringkasnya ki anak
(Castanopsis acuminatissima), pasang parengpeng (Quercus oidocarpa), puspa
(Schima wallichii), saketi (Eurya acuminata), dan rasamala (Altingia excelsa).
Jenis-jenis tersebut selanjutnya membentuk tiga tipe komunitas hutan yang
terbedakan di lapangan, yakni tipe Castanopsis acuminatissima – Quercus
oidocarpa; Schima wallichii – Castanopsis acuminatissima, dan Schima wallichii
– Eurya acuminata.[6]
Dua
plot permanen yang dibuat pada hutan submontana di ketinggian 1.100 m dpl.,
yakni dekat Stasiun Riset Cikaniki dan di gigir utara G. Kendeng,
berturut-turut didominasi oleh rasamala (A. excelsa) dan ki anak (C.
acuminatissima). Sedangkan plot permanen pada hutan montana di bawah puncak G.
Botol pada elevasi 1.700 m dpl, didominasi oleh pasang Quercus lineata.[7] Hutan
montana di atas 1.500 m dpl. umumnya dikuasai oleh jenis-jenis Podocarpaceae,
seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), ki bima (Podocarpus blumei) dan ki
putri (P. neriifolius).[1]
Di taman nasional ini juga didapati
sekurang-kurangnya 156 spesies anggrek; diyakini jumlah ini masih jauh di bawah
angka sebenarnya apabila dibandingkan dengan kekayaan anggrek Jawa Barat yang
tidak kurang dari 642 spesies.
Fauna
Hutan-hutan
primer dan pelbagai kondisi habitat lainnya menyediakan tempat hidup bagi aneka
jenis margasatwa di TN Gunung Halimun – Salak. Tidak kurang dari 244 spesies
burung, 27 spesies di antaranya adalah jenis endemik Pulau Jawa yang memiliki
daerah sebaran terbatas. Dari antaranya terdapat 23 spesies burung migran.
Wilayah ini juga telah ditetapkan oleh BirdLife, organisasi internasional
pelestari burung, sebagai daerah burung penting (IBA, important bird areas) .Wilayah-wilayah
ini terutama penting untuk menyelamatkan jenis-jenis elang jawa (Spizaetus
bartelsi), luntur jawa (Apalharpactes reinwardtii), ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea),
celepuk jawa (Otus angelinae), dan gelatik jawa (Padda oryzivora).
Catatan
sementara herpeto fauna di taman nasional ini mendapatkan sejumlah 16 spesies
kodok, 12 spesies kadal dan 9 spesies ular. Daftar ini kemudian masing-masing
bertambah dengan 10, 8, dan 10 spesies, berturut-turut untuk jenis-jenis kodok,
kadal, dan ular. Namun, daftar ini belum
lagi mencakup jenis-jenis biawak dan kura-kura yang hidup di sini.
Mamalia
terdaftar sebanyak 61 spesies. Di antaranya termasuk jenis-jenis langka seperti
macan tutul jawa (Panthera pardus melas), owa jawa (Hylobates moloch), surili
(Presbytis aygula), lutung budeng (Trachypithecus auratus), dan juga ajag (Cuon
alpinus)
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Gunung_Halimun_Salak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar